Laman

Senin, 30 Mei 2011

Wisata Mantingan


Obyek Wisata ini berlokasi di desa Mantingan, Kecamatan Bulu terletak 22 Km dari kota Rembang dan mudah dijangkau dengan kendaraan umum yakni Rembang Blora. Bumi perkemahan yang teduh karena terlindung oleh Hutan Jati ini, adalah Obyek Wisata yang sangat tepat untuk berekreasi bersama keluarga sambil menikmati alam yang sejuk dan indah Bagi wisatawan yang gemar berolahraga renang disediakan kolam renang, dengan air yang bersih dan disediakan pula lapangan tenis. Selain itu bagi yang hobby kemping silahkan berkunjung di Obyek Wisata ini karena dengan hutan lindungnya yang lebat dan teduh sambil melihat koleksi binatang yang dijangkar di sana.

Rabu, 25 Mei 2011

Makam R.A. Kartini



Makam pahlawan emansipasi wanita, RA Kartini, berada di dalam kompleks keluarga besar bupati Rembang KRMAA Singgih Djojo Adhiningrat beserta keturunan-keturunannya. Terletak di puncak perbukitan 20 KM selatan kota Rembang. Selain kompleks makam keluarga di lokasi yang sama terdapat Pesanggrahan "Puncak Winahyu" Keluarga Besar Djojo Adhiningrat. Pesanggrahan ini berupa bangunan model Jawa masa lalu bercat hijau muda. Di sekeliling bangunan terdapat banyak pohon buah-buahan, seperti mangga, rambutan, kedondong, alpukat, kelapa dan lain sebagainya. Pesanggrahan terdiri dari teras, ruang tamu, 4 kamar tidur besar, ruang makan besar, dapur dan kamar mandi. Di sisi kanan belakang pesanggrahan telah dibangun sebuah kamar mandi tambahan. Antara pesanggrahan dengan kompleks makam dihubungkan dengan sebuah jalan kecil yang dari semen sepanjang sekitar 300 meter. Di dalam bangunan terdapat banyak foto-foto keluarga dan berbagai sertifikat ataupun tanda penghargaan yang dibingkai dan ditempelkan ke dinding. Melalui foto-foto tersebut, pengunjung dapat mengikuti rekaman sejarah panjang keluarga besar Bupati Djojo Adhiningrat. Selain foto-foto juga terdapat sertifikat-sertifikat dan piagam-piagam penghargaan. Di antaranya sertifikat-sertifikat pengangkatan KRMAA Singgih Djojo Adhiningrat dan puteranya KRMAA Abdul Karnen Djojo Adhiningrat sebagai Bupati-Bupati Rembang oleh pemerintah Hindia Belanda. Foto-foto juga menjelaskan bahwa keluarga besar Djojo Adhiningrat adalah keturunan langsung dari Bupati Blitar Djojodigdo. Bahkan keluarga besar ini mempunyai paguyuban bernama Paguyuban Djojodigdan. Mengunjungi kompleks makam dan pesanggrahan "Puncak Winahyu" Keluarga Besar Djojo Adhiningrat dapat memberikan pengetahuan bagi kita tentang sebagian perjalanan sejarah bangsa Indonesia. 

Selasa, 24 Mei 2011

Taman Rekreasi Pantai Kartini Rembang





Taman Rekreasi Pantai Kartini (TPRK) berada di desa Tasik Agung, Kecamatan Rembang...

Senin, 16 Mei 2011

Penemuan Kapal Di Punjulharjo


Seperti yang diketahui, pada tanggal 28 Juli 2008 lalu beberapa warga di desa Punjulharjo kecamatan Rembang ketika membuat tambak, secara tidak sengaja menemukan perahu kuno yang kemudian terkenal dengan Situs Kapal Punjulharjo. Dari hasil identifikasi belakangan, jenis kapal berasal dari abad ke 8 setara dengan pembangunan Candi Borobudur.
Penemuan tersebut terlengkap di Asia Tenggara karena kondisi kapal masih utuh dibanding temuan di sejumlah negara lain. Bersamaan dengan perahu kuno ddalamya ditemukan pula kapak, tulang, tongkat ukir, tutup wakul dari kayu, mangkok pecahan, dan kepala patung batu.

 

Penemuan kapal yang diperkirakan peninggalan abad VII-XII SM menurut  
Mr. Manguin seorang ahli kapal dunia dari Perancis dan abad XIII SM versi Badan Konservasi Borobudur dan Balar merupakan satu-satunya bukti sejarah yang ada bahwa Indonesia adalah Negara Maritim. Dengan keberadaan tersebut sudah pasti Situs Kapal Punjulharjo merupakan aset Nasional bukan hanya Daerah dan merupakan benda cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan.

Seperti yang dikatakan oleh Manguin bahwa Situs Kapal Punjulharjo spektakuler, terutuh yang pernah ada. Sepakat dengan Manguin adalah Siswanto, Kepala Balai Yogyakarta.
Siswanto menambahkan, hasil uji sampel itu juga mengukuhkan perahu itu sebagai situs arkeologi kelautan tertua dan terutuh yang pernah ditemukan di Indonesia. Pasalnya, situs perahu sbelumnya hanya tinggal beberapa papan dan tidak berbentuk perahu utuh seperti di Rembang.

Sesuatu yang berbau kuno, kerapkali menimbulkan penyakit klenik kumat. Entah siapa yang memulai, pada hari kedua setiap pengunjung diberi kabar oleh para penjaga pintu masuk bahwa Situs Kapal Punjulharjo adalah peninggalan wali yang bisa untuk berobat alias berkhasiat.
Nyatanya, banyak sekali pengunjung yang membawa botol atau jirigen untuk diisi dengan air yang terus merembes di lambung kapal dan sekitarnya. Botol bekas minuman dan plastik milik bakul es pun laku keras untuk diisi dengan air asin nan pahit tersebut.

Goa Akbar




Gua Akbar merupakan salah satu objek wisata andalan Kabupaten Tuban,

Selasa, 10 Mei 2011

Cara memasang flash banner / text di Blog

Flash Banner / Text merupakan sebuah bentuk animasi yang bisa anda tanamkan pada blog anda agar lebih terlihat profesional.

Salah satu penyedia layanan pembuatan Flash adalah www.flashvortex.com,saya akan menjelaskan membuat flash tersebut :

   1. Buka www.flashvortex.com lalu pilih bentuk animasi/flash apa yang anda inginkan
   2. Pilih style/ animasi yang anda sukai ,lalu akan ada perintah CLICK HERE TO EDIT THIS
   3. Setelah itu , akan ada text 1, text 2 , text 3 itu berfungsi agar tampilan flash sesuai yang anda inginkan
   4. Akan ada button di bagian bawah yang bertuliskan Generate Animation
   5. Lalu anda akan diberikan code HTML

Cara Memasang Flash Banner/Text di Blog

   1. Buka Blog anda
   2. Lalu pilih Layout
   3. Kemudian Pilih Elemen Page
   4. Add Gadget , Pilih HTML/Java Script
   5. Paste code HTML yang di berikan tadi
   6. Lalu Save, Flash Banner/ Text sudah terpasang pada blog anda

Selamat Mencoba

Cara menambahkan page jumlah pengunjung

Terkadang kita berpikir, blog aku udah diliat berapa orang iah??'
nah, untuk mengetahui rasa penasaran kamu, sahabat blogger ikutin langkah dibawah ini :

1. Langsung masuk aja di akun blog kamu tentunya
2. Klik rancangan
3. Klik tambah widget
4. Setelah itu kamu copas aja kode dibawah ini, okey...

<a href="http://s08.flagcounter.com/more/Vx"><img src="http://s08.flagcounter.com/count/Vx/bg=A3C5FF/txt=474747/border=0A0678/columns=2/maxflags=11/viewers=Pengunjung/labels=0/pageviews=1/" alt="free counters" border="0" /></a>

selesai deh...
gampang khaan..... :)







Sabtu, 07 Mei 2011

Konservasi Situs Perahu Punjulharjo




Sebagai masyarakat negara bahari, kita harus memandang penting temuan perahu di Punjulharjo mengingat kontribusinya pada sejarah transportasi laut yang masih gelap

CICERO, filsuf pada masa Romawi (106-43 SM) menyatakan, ’’historia vitae magistra’’ yang berarti ’’sejarah adalah guru kehidupan’’. Dalam konteks itu, perahu konon salah satu alat transportasi tertua di dunia. Namun hingga saat ini belum diketahui secara pasti sejarah atau asal usulnya.

Padahal bukti-bukti arkeologis tentang perahu banyak diungkap, baik dalam bentuk lukisan atau gambar di dinding gua purba, juga digambarkan dalam buku kuno atau bukti arkeologis yang ditemukan dari waktu ke waktu di berbagai belahan dunia. Bukti itu termasuk penemuan perahu kuno di Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang Kota, Kabupaten Rembang, pada 26 Juni 2008.

Temuan perahu kuno di tanah milik H Masykuri, warga Punjulharjo, disebut-sebut yang terlengkap di Asia Tenggara karena kondisi fisiknya relatif utuh. Keadaan itu berbeda dari  temuan perahu lainnya, yang sebagian besar dalam bentuk potongan kayu atau sisa yang sulit menggambarkan bentuk aslinya. Biasanya situs semacam itu ditemukan di dasar laut sehingga menyulitkan arkeolog untuk meneliti dan mengidentifikasinya.

Temuan di Punjulharjo itu yang lokasinya di daratan, sekitar 500 meter dari garis pantai itu menarik perhatian kalangan arkeolog, baik dari dalam maupun luar negeri, seperti Profesor Pierre-Yves Manguin, arkeologi maritim dari Prancis. Termasuk arkeolog dan pakar dari Balai Arkeologi Yogyakarta, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3), Fakultas Sejarah Undip serta UGM, dan sebagainya. Peneliti dari Concervation Science Laboratorium World Heritage Studies Program Universitas Tsukuba Jepang juga tertarik dengan temuan tersebut.

Penemuan perahu kuno berukuran 16 x 4 meter itu ramai diberitakan media massa sehingga situs purbakala tersebut dikunjungi banyak orang, bahkan dari luar kota. Beberapa orang memercayai air yang ada di dalam perahu temuan itu bertuah, bisa menyembuhkan berbagai penyakit dan dapat dijadikan tolak bala di rumah atau di sawah/tegalan, misalnya untuk mengusir hama.

Atas permintaan Pemkab Rembang, ahli dari BP3 meninjau dan menyatakan bahwa perahu tersebut sebagai benda cagar budaya sesuai UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Setelah ada pernyataan itu, dilakukan berbagai penelitian, kajian, seminar, dan lokakarya, yang dilakukan pihak terkait dan melibatkan sejumlah pakar.

Terakhir ada pertemuan di Balai Desa Punjulharjo yang dihadiri ahli dari BP3, UGM, Balai Arkeologi, Balai Konservasi Peninggalan Borobudur, dan Kades Drs Nursalim.

Pertemuan itu menyimpulkan bahwa hal paling mendesak yang harus dilakukan adalah  melakukan konservasi atas perahu itu. Forum menyepakati konservasi dilakukan di lokasi situs.
Menjadi Lapuk Mereka juga merekomendasikan kepada Pemkab Rembang dan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, termasuk pihak swasta yang memiliki kepedulian terhadap temuan purbakala.

Termasuk membiayai konservasi sekaligus membangun embrio kawasan wisata bahari di Punjulharjo. Namun hingga saat ini belum ada satu pihak pun memberi statemen menyangkut anggaran.
Beberapa arkeolog menyatakan perahu itu memiliki daya tahan terbatas, meski dari kayu pilihan. Disebutkan, kayu terdiri tiga atas unsur karbohidrat, nonkarbohidrat, dan ekstratif, dan masing-masing komposisinya berbeda sehingga keawetannya pun berbeda-beda. Terlebih perahu itu diperkirakan sudah lama terbenam di dalam tanah yang juga berair.

Memang ada gagasan untuk ’’merumahkan’’ perahu itu. Namun problemnya bila perahu diangkat maka air pada pori-pori dan sel kayu akan hilang dan perahu mengering, bahkan rusak. Sebenarnya Pemkab akan membuatkan rumah pelindung dan perahu tetap ditempatkan di dalam air, tapi itupun berisiko seandainya perahu diangkat maka sel-selnya akan mengering dan lapuk.

Sebagai masyarakat negara bahari, kita harus memandang penting temuan itu mengingat kontribusinya pada sejarah transportasi laut (maritim) yang sampai saat ini masih gelap. Mengingat pentingnya situs tersebut, penanganannya pun harus segera dilakukan, tepat, dan terpadu. Senyampang ada waktu untuk bertindak, kenapa tidak dilakukan. Semua itu untuk anak cucu kita. 

oleh : A. Daryono (jurnalis)

Jumat, 06 Mei 2011

Cara menambahkan tulisan memutari kursor

1. Masuk di akun blog kamu
2. Klik / pilih rancangan
3. Klik tambah widget, lalu kamu copas aja kode dibawah ini...

<style type='text/css'>
#outerCircleText {
font-style: italic;
font-weight: bold;
font-family: 'comic sans ms', verdana, arial;
color: #000000; /* warna huruf */
position: absolute;top: 0;left: 0;z-index: 3000;cursor: default;}
#outerCircleText div {position: relative;}
#outerCircleText div div {position: absolute;top: 0;left: 0;text-align: center;}
</style>

<script type='text/javascript'>
//<![CDATA[
;(function(){
// Your message here (QUOTED STRING)
var msg = "<b>cah SMK TI Umar Fatah Rembang</b>"; /* Tulisan yang mengikuti cursor */
/* THE REST OF THE EDITABLE VALUES BELOW ARE ALL UNQUOTED NUMBERS */
// Set font's style size for calculating dimensions
// Set to number of desired pixels font size (decimal and negative numbers not allowed)
var size =20; /* ukuran huruf */
// Set both to 1 for plain circle, set one of them to 2 for oval
// Other numbers & decimals can have interesting effects, keep these low (0 to 3)
var circleY = 0.75; var circleX = 2;
// The larger this divisor, the smaller the spaces between letters
// (decimals allowed, not negative numbers)
var letter_spacing = 5;
// The larger this multiplier, the bigger the circle/oval
// (decimals allowed, not negative numbers, some rounding is applied)
var diameter = 10;
// Rotation speed, set it negative if you want it to spin clockwise (decimals allowed)
var rotation = 0.4;
// This is not the rotation speed, its the reaction speed, keep low!
// Set this to 1 or a decimal less than one (decimals allowed, not negative numbers)
var speed = 0.3;
////////////////////// Stop Editing //////////////////////
if (!window.addEventListener && !window.attachEvent || !document.createElement) return;
msg = msg.split('');
var n = msg.length - 1, a = Math.round(size * diameter * 0.208333), currStep = 20,
ymouse = a * circleY + 20, xmouse = a * circleX + 20, y = [], x = [], Y = [], X = [],
o = document.createElement('div'), oi = document.createElement('div'),
b = document.compatMode && document.compatMode != "BackCompat"? document.documentElement
:
document.body,
mouse = function(e){
e = e || window.event;
ymouse = !isNaN(e.pageY)? e.pageY : e.clientY; // y-position
xmouse = !isNaN(e.pageX)? e.pageX : e.clientX; // x-position
},
makecircle = function(){ // rotation/positioning
if(init.nopy){
o.style.top = (b || document.body).scrollTop + 'px';
o.style.left = (b || document.body).scrollLeft + 'px';
};
currStep -= rotation;
for (var d, i = n; i > -1; --i){ // makes the circle
d = document.getElementById('iemsg' + i).style;
d.top = Math.round(y[i] + a * Math.sin((currStep + i) / letter_spacing) * circleY - 15) +
'px';
d.left = Math.round(x[i] + a * Math.cos((currStep + i) / letter_spacing) * circleX) + 'px';
};
},
drag = function(){ // makes the resistance
y[0] = Y[0] += (ymouse - Y[0]) * speed;
x[0] = X[0] += (xmouse - 20 - X[0]) * speed;
for (var i = n; i > 0; --i){
y[i] = Y[i] += (y[i-1] - Y[i]) * speed;
x[i] = X[i] += (x[i-1] - X[i]) * speed;
};
makecircle();
},
init = function(){ // appends message divs, & sets initial values for positioning arrays
if(!isNaN(window.pageYOffset)){
ymouse += window.pageYOffset;
xmouse += window.pageXOffset;
} else init.nopy = true;
for (var d, i = n; i > -1; --i){
d = document.createElement('div'); d.id = 'iemsg' + i;
d.style.height = d.style.width = a + 'px';
d.appendChild(document.createTextNode(msg[i]));
oi.appendChild(d); y[i] = x[i] = Y[i] = X[i] = 0;
};
o.appendChild(oi); document.body.appendChild(o);
setInterval(drag, 25);
},
ascroll = function(){
ymouse += window.pageYOffset;
xmouse += window.pageXOffset;
window.removeEventListener('scroll', ascroll, false);
};
o.id = 'outerCircleText'; o.style.fontSize = size + 'px';
if (window.addEventListener){
window.addEventListener('load', init, false);
document.addEventListener('mouseover', mouse, false);
document.addEventListener('mousemove', mouse, false);
if (/Apple/.test(navigator.vendor))
window.addEventListener('scroll', ascroll, false);
}
else if (window.attachEvent){
window.attachEvent('onload', init);
document.attachEvent('onmousemove', mouse);
};
})();
//]]>
</script>


NB : kode yang berwarna merah bisa diganti sesuka kamu...

gimana... mudah kan... :)

Wisata Bonang



Obyek Wisata ini berada di desa Bonang, Kecamatan Lasem ± 17 Km dari Rembang dan mudah dijangkau dengan kendaraan umum. Obyek wisata yang mempunyai nilai budaya tradisional dan aspek historisnya menyangkut nama besar Sunan Bonang sebagai salah seorang dari sembilan Wali, tidaklah mengherankan apabila banyak wisatawan yang berkunjung di sana dan berziarah.

Banyak peninggalan yang sangat bersejarah seperti : Tempat Pasujudan dan Masjid Tiban yakni masjid yang tanpa Proses pendirian bangunan secara alami. Kemudian Bende Becak yang konon berasal dari nama seorang utusan dari Kerajaan Majapahit yang bernama Becak untuk menyampaikan berita kepada Sunan dan oleh karena Sunan masih menjalankan Ibadah Sholat dan berdzikir maka Becak tersebut menunggu di depan tempat tinggal Sunan sambil rengeng-rengeng atau menyanyi kecil nyanyian tersebut terdengar oleh murid Sunan, kemudian murid Sunan bertanya kepada Sunan, dan mungkin Sunan juga tidak berkenan mendengar suara itu maka Sunan menjawab bahwa itu adalah suara bende, dengan Karomah Sunan terjadilah keajaiban seketika berubah menjadi bende. Kemudian bende itu dimanfaatkan Sunan untuk mengumpulkan murid-muridnya Setelah wafatnya beliau, bende Becak tersebut dirawat dan disimpan oleh Juru kunci Petilasan Sunan Bonang yang berada di Obyek Wisata Petilasan Sunan Bonang, dan setiap tanggal 10 Dzulhijah pada hari raya Idul Adha setiap tahun bende becak tersebut di jamas atau disucikan dengan upacara ritual.

Adapun Haul Sunan Bnnang diperingati setiap tahun tepatnya pada bulan Selo hari Rabo Legi dan apabila bulan tersebut tidak ada hari Rabo Legi, maka diganti hari Jum'at Pahing. Mengenai sejarah Sunan Bonang yang unik ini, untuk lebih jetasnya kunjungilah segera Obyek Wisata Petilasan Sunan Bonang. Biasanya setelah para wisatawan berziarah dapat membeli "oleh-oleh" makanan khas Bonang, ikan asin, terasi asli Bonang dan dodol Bonang.
Embung Lodan Embung Lodan terletak di desa Lodan Wetan Kecamatan Sarang Kabupaten Dati II Rembang tempatnya ± 4 Km sebelah timur dari Sedan. Jarak dari kota Rembang ± 40 km. Embung Lodan saat ini masih dimanfaatkan sebagai irigasi dan penyediaan air bersih oleh masyarakat Sedan dan Sarang, juga sebagai pengembangan budidaya perikanan air tawar. Untuk pengembangan Obyek Wisata pemancingan dan wisata bahari dengan latar belakang perbukitan dan hutan jati serta mahoni wilayah Perum Perhutani KPH Kebon Harjo. Panorama yang indah sangat memungkinkan pengembangan obyek wisata terutama untuk bersantai bersama keluarga.

Waduk Panuhan


Kota Rembang bisa jadi adalah salah satu kota kabupaten yang memiliki banyak bendungan. Betapa banyak sektor yang ada di kota tempat dimakamkannya RA Kartini ini yang harus dihidupi dari waduk, di antaranya adalah irigasi persawahan, suplai air bersih, dan perikanan.

Bendungan-bendungan yang bertebar di berbagai desa di Rembang itu antara lain, Waduk Lodan yang terletak di desa Lodan Kec. Sarang, Waduk Banyukuwung di Desa Banyukuwung Kec, Sumber, waduk Grawan di Desa Grawan Kec. Sumber, serta Waduk Panohan, di Desa Panohan Kec, Gunem.

Bendungan yang disebut terakhir ini adalah waduk yang masih “perawan” karena memang baru saja selesai dibangun dengan biaya APBN Kementrian Pekerjaan Umum (PU) dengan biaya Rp 21 milyar lebih.

Waduk ini baru saja selesai dibangun dan tinggal menunggu penyerahan dari penyedia jasa ke Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana. “Setelah itu baru secara resmi waduk ini dibuka, tapi kapan belum ditentukan waktunya,” kata Drs. Suroto, Msi. Kepala Informasi Balai Besar di Semarang ketika melakukan peninjauan di Desa Panohan.

Ibarat seorang perawan, bendungan ini sudah selesai berdandan dan siap menunggu pinangan, yakni segera diresmikan dan untuk dikelola Pemkab. Rembang atas otoritas Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana.

Pernah longsor
Peninjauan yang dilakukan pihak Balai Besar, Kamis (5/8)itu untuk melihat sejauhmana kesiapan bendungan yang menyatukan 3 sungai besar ini untuk siap dioperasikan. Pengecekan itu terutama untuk melihat kondisi lereng yang beberapa bulan lalu mengalami longsor dan kini sudah diperbaiki

Seperti lazimnya bendungan, Waduk Panohan juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata. Terletak di antara 2 perbukitan yang subur, bendungan ini memiliki pemandangan yang elok. Dengan air jernih yang sudah menggenang sebagian bendungan.

Kondisi Kab. Rembang yang multi dimensi dimana sektor pertanian, perikanan dan industri kecil saling bersinergi, maka dibutuhkan sarana perairan yang memadahi. Disamping terdapat 4 waduk, banyak pula dibangun embung (kolam irigasi). Jumlahnya sekitar 34 embung. Salah satunya yang baru saja selesai dibangun adalah embung di Ddsa Trembes Kec. Gunem.

Embung-embung itu kini dikelola oleh P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) dengan optimalisasi penggunaan untuk sektor pertanian yakni mengairi sawah-sawah. Berbeda dengan kolam retensi di kota-kota pantai yang kegunaannya sebagai penampung genangan rob dan banjir, embung di daerah pegunungan lebih dinikmati banya orang, tyertama para petani.

Selanjutnya untuk pengelolaan dan perawatan tiap embung, P3A bekerja keras, misalnya tetap menjaga kebersihan lingkungan embung, agar kualitas air juga tetap terjaga.

Sumber: Suara Merdeka

Petilasan Sunan Bonang di Lasem, Rembang




BONANG sebagai salah satu desa di Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang menyimpan jejak sejarah penting. Asosiasinya jelas, yaitu Sunan Bonang, salah satu dari Walisongo yang terkenal itu. Dari wilayah desa inilah Sunan Bonang dikisahkan mendakwahkan Islam dengan cara-cara yang moderat dan menghargai keragaman penduduknya.

Lasem sendiri merupakan paras kota yang menawarkan eksotisme pluralitas. Meskipun kota kecil yang terkenal dengan batik lasemnya ini terus mengalami perubahan, tempat ini sempat menjadi muara dialektika budaya dan agama yang intens.

Serat Badra Santi, salah satu sumber berita mengenai kecamatan itu, menyebut Lasem telah menjadi semacam tanah bawahan Majapahit pada tahun 1273 Saka atau 1351 Masehi. Wilayah ini dipimpin oleh perempuan bernama Dewi Indu yang merupakan kemenakan Prabu Hayam Wuruk, penguasa Majapahit (Kamzah, 1858).

Alkisah, perempuan yang bergelar Dewi Indu Purnama Wulan ini adalah salah satu dari anggota “Bathara Sapta Prabu” Majapahit yang terdiri atas tujuh orang yang dipercaya untuk memimpin daerah-daerah kekuasaan Majapahit yang luas.
Dari segi status pemerintahan, Lasem terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu.

Pertama adalah ketika kedudukannya berubah dari bhre (daerah bawahan) menjadi kadipaten sepeninggal Dewi Indu dan digantikan putranya, Badra Wardana.

Kedua, Lasem menjadi kadipaten di bawah kerajaan Islam Demak melalui kepemimpinan Raden Patah yang berhasil “menggeser” otoritas Majapahit. Dan ketiga, ketika tahun 1751 Lasem ditetapkan sebagai kecamatan setelah setahun sebelumnya status kota kabupaten dipindahkan ke Rembang oleh pemerintah kolonial Belanda.

Berdasarkan ceritera yang berkembang, kedatangan Sunan Bonang atau Maulana Makdum Ibrahim ke Lasem guna menyertai Nyai Ageng Maloka. Kakak perempuan Bonang ini diundang sebagai “guru”, yang kemudian diperistri oleh putra dari Adipati Lasem kala itu, Wira Badra.

Wujud Penghargaan Meskipun Wira Badra adalah seorang muslim, saudara lelakinya, Santi Badra adalah penganut Buddha yang taat. Santi Badra inilah yang dikenal sebagai pujangga berjuluk Mpu Santi Badra atau Mpu Wilwatikta (Kusaeri YS dkk, 2009). Namun begitu, keduanya tetap harmonis, baik secara kekerabatan maupun keagamaan.

Dari seluruh keragaman yang hadir, aroma China adalah paling kuat seperti umumnya daerah pesisir utara Jawa semenjak abad ke-15 (Lombard, 2005). Hingga hari ini cukup mudah menemukan ornamen-ornamen China pada bangunan kuno di kecamatan tersebut. Sentuhan perpaduan ini tentu merupakan hasil dari penghargaan masyarakat Lasem atas keragaman mereka.

Bahkan di Lasem terdapat Kelenteng Bie Yong Gio yang kerap disebut-sebut sebagai simbol akan pluralitas. Kelenteng ini menurut cerita dipersembahkan kepada tiga tokoh utama yang berjasa bagi Lasem, terutama dalam melawan kolonialisasi Belanda. Ketiganya adalah Oey Ing Kyat, Tan Kie Wie, dan Raden Panji Margono.

Di samping itu, sejauh pengajaran yang diterima dari Sunan Bonang, aspek menghormati agama dan kepercayaan lain sangat ditekankan. Sebagaimana dakwah Walisongo pada umumnya, yang ditampilkan bukanlah sikap-sikap pemaksaan melainkan cara beragama yang halus dan dialogis.

Sunan Bonang, yang juga guru dari Sunan Kalijaga, dikenal cukup fleksibel dalam menafsirkan doktrin-doktrin keislaman. Sunan Bonang, salah satunya menggunakan instrumen gamelan yang kala itu masih tabu karena dekat dengan unsur agama lain. Namun justru sang Sunan sendiri menambahkan alat musik lain dalam gamelan, yang terkenal dengan alat musik bonang.

Dengan demikian, deskripsi yang singkat ini diharapkan mampu menjadi inspirasi dalam membangun masyarakat yang harmonis. Bahwa menghargai keragaman adalah modal awal bagi tercapainya kemajuan bersama bagi masyarakat. Semoga!


oleh M Najibur Rohman
(Tulisan ini telah dimuat di Harian Suara Merdeka, 17 Juli 2010)

Kamis, 05 Mei 2011

Penemuan Jangkar Raksasa di Rembang





Rembang – Sebuah jangkar raksasa ditemukan nelayan dari tengah laut, Selasa sekira pukul 12.00 wibb. Nelayan percaya jangkar tersebut peninggalan Laksamana Cheng Ho atau biasa disebut Dampo Awang.

Warga pesisir desa Gegunung Wetan, Kec. Rembang Kota gempar. Pasalnya seorang nelayan setempat, Rastim (38 tahun) warga Gegunung Wetan menemukan jangkar raksasa di dekat gugusan karang Masaran atau berjarak 2,5 kilo meter dari bibir pantai. Jika jangkar biasa pada umumnya hanya sepanjang setengah meter, tetapi jangkar raksasa ini mencapai hampir 4 meter dengan bobot 1 ton.

Awalnya Rastim sibuk mencari ikan. Mendadak ada nelayan lain berteriak meminta tolong jaringnya menyangkut sebuah benda di kedalaman 12 meter. Semula dikira terkena karang, kemudian Rastim mencoba melakukan penyelaman.

Ternyata setelah diamati benda tersebut adalah jangkar. Selanjutnya dengan ditarik sebuah kapal, akhirnya jangkar sampai juga ke pinggir laut. Butuh sekira 30 orang untuk mengangkat jangkar menuju ke pekarangan di tengah tengah perkampungan nelayan desa Gegunung Wetan. Rastim mempersilahkan kalau memang Pemkab Rembang akan mengamankan benda bernilai sejarah itu, tetapi ia berharap ada ganti upah pengangkutan yang sewajarnya.

Mendengar temuan jangkar kuno raksasa, warga berbagai penjuru desa langsung datang beramai ramai. Diperkirakan usia jangkar sudah ratusan tahun. Lumut dan tumbuhan seperti karang menempel di sepanjang jangkar, sehingga bahan besi nyaris tak terlihat lagi.

Tokoh nelayan desa Gegunung Wetan Kartono memprediksi di Laut Rembang masih banyak menyimpan benda benda bersejarah. Bahkan kalangan nelayan kerap membicarakan kabar bahwa di dekat karang Masaran ada pula sebuah jangkar emas, sampai kini belum diketahui kepastiannya.

Sejumlah sesepuh nelayan percaya jangkar sebagai salah satu peninggalan Laksamana Cheng Ho atau biasa disebut Dampo Awang. Pelaut muslim asal Tiongkok tersebut, konon berlayar di perairan Pulau Jawa pada era tahun 1407 masehi. Tetapi untuk memastikan hal itu, membutuhkan penelitian ahli sejarah.

Sebelumnya, jangkar Dampo Awang pernah ditemukan di Pantai Utara Rembang dan sekarang masih menjadi koleksi obyek wisata Dampo Awang Beach Taman Rekreasi Pantai Kartini, sekaligus ikon kota Rembang.